Biografi Sapardi Djoko Damono Dibalik Puisi Bulan Juni

Sapardi Djoko Damono, kalau kalian penikmat puisi mungkin kalian tidak asing lagi dengan petikan puisi ini “tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu”, petikan kecil dari buku kumpulan puisi yang berjudul “Hujan Bulan Juni” salah satu karangan beliau.
Buku tersebut salah satu karya yang fenomenal yang pernah ditulis oleh Sapardi Djoko Damono yang diterbitkan pada tahun 1994 yang berisi 102 puisi karya beliau yang dimulai dari tahun 1964 hingga 1994.
Nah, mungkin kalian sebelumnya hanya membaca puisinya, sekarang sudah waktunya untuk mengenal si pembuat puisinya agar kalian penikmat atau pecinta puisi mampu untuk membuat karya puisi seindah beliau.
Sapardi Djoko Damono merupakan seorang sastrawan yang berasal dari Indonesia. Beliau dikenal melalui karya-karya puisinya yang mengandung penuh akan makna kehidupan sehingga beberapa puisi beliau sangat populer di kalangan sastrawan maupun khalayak umum di Indonesia.
biografi sapardi djoko damono
Diambil dari situs Gramedia.
Sapardi Djoko lahir pada tanggal 20 Maret 1940 di Surakarta. Oleh karena itu beliau menghabiskan masa mudanya di kota kelahirannya. Beliau bersekolah di Sekolah Dasar Kasatrian kemudian meneruskan di SMP Negeri 2 Surakarta yang lulus pada tahun 1955 yang dilanjutkan di SMA Negeri 2 Surakarta hingga lulus ditahun 1958.
Selepas tamat SMA, Sapardi Djoko Damono menlanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu mengambil ilmu Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Beliau meraih gelar sarjana sasta pada tahun 1964.
Selepas meraih gelar sarjananya, Sapardi Djoko melanjutkan sekolahnya di Amerika Serikiat tepatnya di Universitas Hawaii ditahun 1970 hingga 1971.

Sapardi Djoko Damono dalam Dunia Sastra

Sapardi Djoko pernah menjadi Ketua Jurusan Bahasa Inggris di IKIP Malang Cabang Madiun ditahun 1964-1968. Selepas dari IKIP Malang, beliau diangkat sebagai dosen tetap di Fakultas Sastra-Budaya di Universitas Diponegoro, Semarang dari tahun 1968-1973.
Pada tahun 1973, Sapardi Djoko pindah dari Semarang ke Jakarta karena beliau bekerja sebagai dosen tetap di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Pada tahun 1979-1982, beliau diangkat menjadi Pembantu Dekan III Fakultas Sastra Universitas Indonesia yang kemudian diangkat sebagai Pembantu Dekan I pada tahun 1982-1996 dan menjabat sebagai Dekan pada tahun 1996-1999 di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 

Penggemar novel Dilan ? Yuk, baca biografi pidi baiq sosok penulisnya.

Selain bekerja di Universitas Indonesia, Sapardi juga menjabat diberbagai yayasan sebagai berikut :
  • Direktur Pelaksana di Yayasan Indonesia Jakarta (1973-1980)
  • Redaksi majalah sastra Horison (1973)
  • Sekretaris Yayasan Dokumentasi Sastra H.B. Jassin (1975)
  • Anggota Dewan Kesenian Jakarta (1977-1979)
  • Anggota redaksi majalah Pembinaan Bahasa Indonesia (1983)
  • Anggota Badan Pertimbangan Perbukuan Balai Pustaka Jakarta (1987)
  • Sekretaris Yayasan Lontar Jakarta (1987)
  • Ketua Pelaksana Pekan Apresiasi Sastra, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta (1988)
Sebagai seorang sastrawan, Sapardi pun kerap sekali menghadiri seminar-seminar untuk mengembangangkan kariernya sebagai seorang sastrawan. Beliau pernah menghadiri Translation Workshop and Poetry International, Rotterdam, Belanda ditahun 1971. Sapardi juga pernah menghadiri Seminar on Literature and Social Change in Asia di Australia National University pada tahun 1978. 
Sumbangsih Sapardi Djoko sangatlah besar untuk kesastraan di Indonesia beberapa karyanya sangat populer di kalangan sastrawan maupun khalayak umum di Indonesia. Berikut ini petikan puisi dalam buku kumpulan puisi “Hujan Bulan Juni” karya dari Sapardi Djoko yang sangat fenomenal di dunia kesastraan Indonesia.
Hujan Bulan Juni
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rindik rindumu
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

Beberapa Sajak dari Sapardi Djoko Damono

“aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”
“Dalam Doaku
Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara
Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala, dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin yang mendesau entah dari mana
Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu
Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku, yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia
demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku
Aku mencintaimu..
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu
(1989)”

“YANG FANA ADALAH WAKTU

Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?”
tanyamu.
Kita abadi.

Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982″

“Aku Ingin

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya debu

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”

“Pada Suatu Hari Nanti

pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri

pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati

pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau takkan letih-letihnya kucari”

Selain Sapardi Djoko, ada tokoh sastrawan hebat lagi yang pernah dimiliki oleh dunia, baca aja artikelnya di biografi kahlil gibran.

Karya-Karya Sapardi Djoko Damono

Nah, berikut ini ada karya-karya Sapardi Djoko dalam kesastraan Indonesia.
  • Duka-Mu Abadi (1969)
  • Lelaki Tua dan Laut (1973; terjemahan karya Ernest Hemingway)
  • Mata Pisau (1974)
  • Sepilihan Sajak George Seferis (1975; terjemahan karya George Seferis)
  • Puisi Klasik Cina (1976; terjemahan)
  • Lirik Klasik Parsi (1977; terjemahan)
  • Dongeng-dongeng Asia untuk Anak-anak (1982, Pustaka Jaya)
  • Perahu Kertas (1983)
  • Sihir Hujan (1984; mendapat penghargaan Puisi Putera II di Malaysia)
  • Water Color Poems (1986; translated by J.H. McGlynn)
  • Suddenly The Night: The Poetry of Sapardi Djoko Damono (1988; translated by J.H. McGlynn)
  • Afrika yang Resah (1988; terjemahan)
  • Mendorong Jack Kuntikunti: Sepilihan Sajak dari Australia (1991; antologi sajak Australia, dikerjakan bersama R:F: Brissenden dan David Broks)
  • Hujan Bulan Juni (1994)
  • Black Magic Rain (translated by Harry G Aveling)
  • Arloji (1998)
  • Ayat-ayat Api (2000)
  • Pengarang Telah Mati (2001; kumpulan cerpen)
  • Mata Jendela (2002)
  • Ada Berita Apa hari ini, Den Sastro? (2002)
  • Membunuh Orang Gila (2003; kumpulan cerpen)
  • Nona Koelit Koetjing: Antologi cerita pendek Indonesia Periode Awal (1870an – 1910an)” (2005; salah seorang penyusun)
  • Mantra Orang Jawa (2005; puitisasi mantera tradisional Jawa dalam bahasa Indonesia)
  • Before Dawn: The Poetry of Sapardi Djoko Damono (2005; translated by J.H. McGlynn)
  • Kolam (2009; kumpulan puisi)
  • Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita (2012; kumpulan puisi)
  • Namaku Sita (2012; kumpulan puisi)
  • The Birth of I La Galigo (2013; puitisasi epos “I La Galigo” terjemahan Muhammad Salim, kumpulan puisi dwibahasa bersama John McGlynn)
  • Hujan Bulan Juni: Sepilihan Sajak (edisi 1994 yang diperkaya dengan sajak-sajak sejak 1959, 2013; kumpulan puisi)
  • Trilogi Soekram (2015; novel)
  • Hujan Bulan Juni (2015; novel)
  • Melipat Jarak (2015, kumpulan puisi 1998-2015)
  • Suti (2015, novel)
  • Pingkan Melipat Jarak (2017;novel)
  • Yang Fana Adalah Waktu (2018;novel)
Dalam kehidupan keluarga, Sapardi Djoko menikah dengan seorang perempuan yang bernama Wardiningsih, dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai dua orang anak, seorang perempuan bernama Rasti Sunyandani dan seorang laki-laki bernama Rizki Henriko.

Sapardi Djoko telah melahirkan karya-karya sastra yang indah untuk melengkapi perkembangan kesastraan yang ada di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *